Pengembangan dan Penerapan Inovasi Pembelajaran

Pada rentang tahun 2008-2010, Blackberry, sebuah merk dagang telepon pintar (smartphone) asal Kanada, merajai pasar di seluruh dunia. Blackberry menguasai pasar lebih dari 50% di Amerika Serikat dan 20% di pasar global pada masa puncak kejayaannya (Luo, 2018). Keunggulan Blackberry pada waktu itu adalah tingkat keamanannya yang tinggi sehingga disukai oleh para pebisnis, pemimpin perusahaan, serta para pemimpin negara. Selain itu, fiturnya yang jauh lebih lengkap dan lebih mudah dioperasikan dibandingkan para pesaingnya menjadikannya juga disukai oleh banyak kalangan termasuk para anak muda.

Namun, masa kejayaan Blackberry tidak berlangsung lama (lihat Gambar 1). Karena keterlambatannya membaca pergeseran dan perkembangan keinginan dan tuntutan pasar, Research In Motion (RIM) sebagai perusahaan yang memproduksi Blackberry terlambat melakukan penyesuaian-penyesuaian. Berbagai upaya yang dilakukan RIM untuk kembali ke jalur yang benar ternyata tidak membuahkan hasil. Produk-produk yang ditawarkan berikutnya tidak mendapatkan respon positif dari konsumen. Blackberry tidak mampu bersaing dengan berbagai merk telepon pintar lainnya terutama Iphone besutan Apple serta berbagai merk telepon pintar yang berbasis Android dari Google seperti Samsung. Sejak tahun 2011 hingga tahun 2016, penjualan Blackberry merosot tajam sampai pada akhirnya pangsa pasar mereka terjun bebas hingga 0% di pasar global (Luo, 2018).


Gambar 1. Grafik Penjualan Blakcberry

Dari berbagai tinjauan banyak pakar, satu kata yang membunuh raja telepon pintar sekelas Blackberry adalah inovasi. RIM sebagai perusahaan yang membesut merk tersebut terlambat melakukan inovasi untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan tuntutan pasar. Kalaupun kemudian RIM melakukan pembaharuan-pembaharuan di banyak aspek pada telepon pintar buatannya, arah pembaharuan tersebut dinilai keliru, tidak sesuai dengan tren perkembangan pasar saat itu. Akibatnya, produk-produk yang dihasilkan RIM mengalami kegagalan penjualan besar-besaran di pasar telepon pintar

Berkebalikan dengan nasib Blackberry di atas, perusahaan yang berhasil melakukan inovasi secara sempurna bukan hanya mampu bertahan di tengah persaingan ketat memperebutkan pasar, melainkan juga mampu menjadi pemenang sekaligus penguasa pasar. Contohnya Tesla, salah satu perusahaan otomotif yang memproduksi kendaraan listrik, telah berhasil menjadi penguasa pasar otomotif mengalahkan perusahaan-perusahaan raksasa yang sudah mapan puluhan tahun berkat inovasi yang dilakukannya dalam mengembangkan kendaraan yang digerakkan tenaga listrik. Inovasi kendaraan listrik yang dilakukan Tesla bukan hanya menjadi tren baru dalam berkendara, tetapi juga menjadi solusi dalam mengatasi berbagai masalah lingkungan terutama pemanasan global dan perubahan iklim. Inovasi Tesla telah membuat nilai perusahaan tersebut naik ribuan kali lipat sekaligus mengantarkan Elon Musk, pemimpin perusahaan, menjadi orang terkaya di dunia pada awal tahun 2021.

Inovasi sepanjang sejarah manusia 

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan istilah inovasi sebagai penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya. Penemuan baru ini dapat berupa gagasan, metode, atau alat. Kata inovasi juga bermakna pembaharuan. Kata pembaharuan ini yang lebih sering dirujuk sebagai makna kata inovasi. Sebuah pembaharuan dilakukan untuk memperbaiki sesuatu yang sudah ada agar menjadi lebih baik, lebih fungsional, lebih efektif, lebih efisien, lebih menarik, serta peningkatan aspek-aspek lainnya.

Jika inovasi dimaknai sebagai kegiatan pembaharuan, maka fakta bahwa manusia mampu melakukan inovasi bukan hal yang aneh. Manusia (Homo sapiens, spesies kita) telah mampu melakukan pekerjaan yang jauh lebih sulit di masa lampau yaitu menciptakan atau menemukan hal-hal baru yang belum ada sebelumnya. Mereka membuat alat berburu yang belum ada sebelumnya dan tidak pernah bisa dibuat oleh spesies hewan lainnya. Mereka juga menemukan cara membuat api yang belum ada sebelumnya. Tentunya kegiatan memunculkan sesuatu yang belum ada menjadi ada, jauh lebih sulit dibandingkan dengan sekedar memperbaharui apa yang sudah ada.

Menelusuri kegiatan manusia (Homo sapiens) berinovasi di masa lalu bukanlah pekerjaan sulit. Mereka meninggalkan jejak-jejaknya berupa berbagai macam artefak yang dapat dipelajari hingga saat ini. Jejak-jejak tersebut mulai dari yang berukuran kecil seperti kerang laut sampai dengan berukuran sangat besar seperti piramida di Mesir. Jejak-jejak yang ditinggalkan manusia atau masyarakat di masa lampu inilah yang menjadi petunjuk para antropolog dan sejarawan mempelajari masa lalu serta merekonstruksi perkembangan peradaban manusia. Rekonstruksi sejarah merupakan salah satu cara yang tepat untuk mempelajari bagaimana manusia berinovasi dari awal kemunculannya sampai sekarang ini.

Pada awalnya, manusia purba dari berbagai spesies yang berbeda termasuk spesies Homo sapiens mengumpulkan makanan dari sisa-sisa makanan hewan buas berupa sumsum yang berada di dalam tulang-tulang sisa makanan tersebut. Entah karena apa, mereka kemudian berinovasi membuat alat berupa tombak yang terbuat dari kayu dan batu untuk berburu dan mengumpulkan makanan sendiri. Alat-alat pengumpul makanan ini juga mengalami pembaharuan dari waktu ke waktu baik dalam segi bahannya maupun bentuknya. Tidak hanya itu, manusia purba juga berinovasi dalam mengolah makanan yang diperoleh dengan menggunakan api. Sebelum ditemukan api, manusia purba memakan makanan yang masih mentah. Setelah ditemukannya api, mereka mulai memakan makanan yang dimasak dengan api, terutama dengan cara dipanggang.

Cara mengumpulkan makanan berburu dan menjelajah dilakukan dalam kurun waktu yang sangat lama yaitu puluhan ribu tahun. Sekitar 70 ribu tahun yang lalu, tanpa diketahui dengan pasti penyebabnya, spesies Homo sapiens mulai mengalami revolusi kognitif yaitu perkembangan pikiran yang signifikan, yang diyakini tidak dialami oleh spesies manusia purba lainnya. Lalu sebagai hasilnya, sekitar tahun 10.000 SM, Homo sapiens mulai berinovasi dalam hal memperoleh makanan dengan cara menetap di suatu tempat dan mulai bercocok tanam. Ini menandai dimulainya revolusi agrikultur atau pertanian. Banyak ahli sejarah yang masih berdebat tentang faktor penyebab munculnya revolusi ini. Namun yang pasti, revolusi tersebut semakin mendorong manusia melakukan inovasi-inovasi. Inovasi yang dilakukan misalnya dalam hal pembuatan alat pengolah tanah, cara mengolah tanah, cara bercocok tanam, cara memanen, dan lain sebagainya.

Seiring bertambahnya jumlah populasi dalam suatu kelompok, manusia juga melakukan inovasi dalam hal cara pengorganisasian dan pengaturan kelompok. Ketika masih berburu dan mengumpulkan makanan, manusia hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan hanya puluhan orang. Tidak ada tantangan berarti untuk mengorganisasikan kelompok kecil seperti itu. Namun, semenjak mereka menetap dan bercocok tanam, anggota kelompok tumbuh dengan pesat sehingga membutuhkan cara tertentu dalam berinteraksi, mengatur kegiatan, serta berbagi tanggung jawab. Cara-cara mengorganisasikan kelompok ini mengalami inovasi dari waktu ke waktu hingga terbentuklah kota-kota kecil, kerajaan, bahkan kemudian imperium seperti Romawi, Persia, Abbasiyah, atau Ottoman.

Pengaturan kelompok dalam jumlah besar menjadi memungkinkan untuk dilakukan karena manusia telah menemukan dan mengembangkan bahasa khusus yang tidak dimiliki spesies lain. Bahasa manusia mengalami inovasi mulai dari bahasa isyarat dengan menggunakan anggota badan, bahasan lisan menggunakan mulut, sampai dengan bahasa tertulis yang menggunakan simbol-simbol atau huruf-huruf. Bahasa tertulis pun mengalami inovasi. 

Pada awalnya bahasa tertulis hanya berupa simbol-simbol yang terpisah-pisah sehingga disebut bahasa tulis parsial. Bahasa seperti ini belum bisa dijadikan media berkomunikasi, melainkan hanya sebagai media penyimpanan informasi penting seperti catatan pajak. Bahasa seperti ini pertama kali dikembangkan oleh bangsa Sumeria. Bahasa tersebut mengalami inovasi dengan munculnya bahasa tulis penuh dimana simbol-simbol yang terpisah dapat digabungkan untuk membentuk kata dan kalimat seperti yang dilakukan pertama kali oleh orang-orang Mesir Kuno melalui aksara hieroglifnya. Bahasa tulis penuh ini muncul dalam berbagai macam bentuk yang salah satunya kemudian terus berkembang hingga menjadi abjad latin seperti yang digunakan untuk menulis buku yang sedang Anda baca ini.

Sekitar 12.000 tahun setelah revolusi agrikultur, di awal abad ke-18, manusia mengubah lagi cara hidupnya. Manusia mengubah cara memproduksi barang dengan membangun industri-industri yang kemudian disebut era revolusi industri. Inovasi pada era ini terjadi jauh lebih pesat dibandingkan sebelumnya. Inovasi dilakukan di segala bidang kehidupan, terutama yang paling terasa adalah di bidang teknologi. Pada era ini bermunculan teknologi-teknologi baru yang dari waktu ke waktu mengalami pembaharuan secara terus menerus. Teknologi mesin penggerak di dunia industri pada awalnya menggunakan mesin uap, lalu berubah menjadi mesin pembakaran dalam (mesin berbahan bakar solar atau bensin), lalu berubah lagi menjadi motor listrik. Sampai saat ini, para pakar sepakat bahwa sudah empat kali terjadi revolusi industri dalam kurun waktu kurang dari 200 tahun. Saat ini kita sedang memasuki revolusi industri tahap keempat (Industrial Revolution 4.0).

Kemampuan melakukan inovasi merupakan salah satu kekuatan terbesar spesies Homo sapiens dalam beradaptasi dengan lingkungan dan memenangkan persaingan dengan spesies lain. Banyak pakar sejarah maupun pakar biologi evolusi yang meyakini bahwa kemampuan berpikir khususnya melakukan inovasi yang dimiliki Homo sapiens telah berhasil menaklukkan batasan genetis yang tertanam di dalam DNA untuk menjalani proses evolusi jauh lebih cepat dibandingkan spesies manapun di muka bumi ini. Manusia tidak lagi bergantung dengan kode genetik di dalam DNA untuk menyesuaikan diri dengan berbagai keadaan dan perubahan-perubahan lingkungan. Kemampuan melakukan inovasi cukup untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan sekitar.

Inovasi di Era Revolusi Industri 4.0 dan Ekonomi Kreatif

Inovasi yang dilakukan manusia (Homo sapiens) pada zaman dulu berlangsung dengan sangat lambat. Butuh ribuan bahkan puluhan ribu tahun untuk memperbaharui berbagai cara, metode, dan alat yang digunakan dalam berinteraksi dengan alam maupun dengan sesamanya. Hal tersebut sangat berbeda dengan inovasi yang terjadi pada era revolusi industri yang masih berlangsung hingga sekarang ini. Inovasi pada era sekarang terjadi secara lebih cepat dan dramatis dibandingkan era-era sebelumnya. Tidak perlu hitungan ribuan, ratusan atau puluhan tahun, inovasi dapat dilakukan dalam hitungan tahun, bulan, minggu, bahkan hari.

Secara umum, inovasi di bidang teknologi telah mengubah dunia industri dengan sangat cepat. Teknologi-teknologi canggih saat ini seperti kecerdasan buatan (artifisial intelligence), robotik, internet untuk segalanya (internet of things), penyimpanan berbasis awan (cloud), big data, virtual reality, dan teknologi lainnya telah membuat industri mengalami digitalisasi dan otomasi sehingga dapat menghilangkan ketergantungan kepada tenaga kerja manusia. Dengan begitu, proses industrialisasi menjadi jauh lebih efektif dan efisien. Perubahan dunia industri secara drastis inilah yang kemudian disebut dengan istilah Revolusi Industri tahap keempat (Industrial Revolution 4.0).

Di era R.I 4.0 ini, setiap tahun berbagai perusahaan raksasa mengeluarkan produk-produk baru yang inovatif. Di bidang elektronik, misalnya, setiap tahun produk baru telepon pintar (smarphone) diperkenalkan kepada konsumen. Produk baru ini memiliki kinerja yang lebih baik, entah itu kecepatan memproses datanya yang semakin cepat, ruang penyimpanannya yang makin besar, hasil jepretan kameranya yang makin tajam, atau layarnya yang semakin jernih. Harganya pun kadang memang meningkat. Tapi itu sebanding dengan investasi yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk meningkatkan kualitas produknya. Persaingan antar merk terjadi baik pada kinerjanya maupun harganya. Inovasi dilakukan untuk meningkatkan kinerja atau untuk menurunkan biaya produksi agar produk yang ditawarkan menjadi lebih murah sehingga harganya dapat bersaing. Perusahaan yang tidak mampu atau gagal melakukan inovasi secara tepat, dapat mengalami kekalahan dalam persaingan. Produknya tidak laku terjual di pasaran. Kalaupun terjual, penjualannya tidak sesuai dengan perkiraan sehingga mendatangkan kerugian.

Inovasi di bidang teknologi bukan hanya terjadi pada perangkat keras seperti telepon pintar, komputer pribadi (personal computer), atau kendaraan bermotor, melainkan juga pada perangkat lunaknya berupa berbagai macam aplikasi komputer. Aplikasi-aplikasi yang ditanamkan di komputer pribadi atau telepon pintar berinovasi jauh lebih cepat. Dalam hitungan bulan, bermunculan aplikasi-aplikasi baru. Aplikasi yang sudah ada pun terus diperbaharui beberapa kali dalam hitungan minggu atau bulan. Inovasi ini dilakukan untuk terus menerus meningkatkan layanan. Persaingan memperebutkan pasar juga berkaitan dengan tingkat layanan ini. Perusahaan atau produk yang memberikan layanan terbaik akan memenangkan persaingan. Sebaliknya perusahaan atau produk yang layanannya buruk akan ditinggalkan konsumen yang kemudian beralih ke perusahaan atau produk yang memberikan layanan yang lebih baik.

Tuntutan untuk terus melakukan inovasi secara terus menerus membuat kegiatan ekonomi digerakkan oleh kreativitas manusia. Karena pentingnya kreativitas dalam aktivitas ekonomi, maka era sekarang ini disebut juga sebagai era ekonomi kreatif. Istilah ini diperkenalkan pertama kali oleh John Howkins dalam bukunya Creative Economy: How People Make Money from Ideas. Howkins (2001) mendefinisikan ekonomi kreatif sebagai penciptaan nilai sebagai hasil dari ide-ide. Kemampuan berinovasi menjadi salah satu syarat mutlak untuk menghasilkan ide-ide dalam menghadapi era ekonomi kreatif. Ide-ide kreatif inilah yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan serta aktivitas ekonomi baru.

Inovasi adalah Keniscayaan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa inovasi sudah menjadi keniscayaan. Inovasi harus dilakukan oleh semua pihak baik lembaga pemerintahan, perusahaan-perusahaan, lembaga pendidikan, berbagai macam organisasi kemasyarakatan, bahkan individu-individu. Tanpa atau tidak melakukan inovasi berarti terbelakang, kalah, bangkrut, bahkan mati. Negara yang tidak melakukan inovasi menjadi negara terbelakang. Perusahaan yang tidak melakukan inovasi menjadi perusahaan pecundang, bangkrut, kemudian mati. Individu-individu yang tidak melakukan inovasi akan kalah bersaing dalam mendapatkan pekerjaan yang layak bahkan mungkin menjadi pengangguran yang untuk bertahan hidup pun tinggal menunggu belas kasihan.

Inovasi sudah menjadi faktor fundamental suatu bangsa dan negara modern untuk mempertahankan status, keberadaan, dan pengaruhnya. Global Innovation Indeks setiap tahun melakukan pengukuran dan penilaian terhadap tingkat inovasi di suatu negara untuk menentukan seberapa berkembang negara tersebut. Negara-negara yang termasuk kategori maju merupakan negara-negara yang masuk peringkat atas dalam daftar yang dibuat lembaga tersebut. Sementara negara-negara berkembang atau bahkan terbelakang merupakan negara-negara yang masuk peringkat menengah ke bawah. Setiap tahun Indonesia selalu masuk ke dalam kategori kedua ini. Pada tahun 2019, Indonesia menduduki peringkat 85 dari 129 negara (Global Innovation Index, 2019).

Inovasi juga menjadi strategi utama perusahaan-perusahaan mulai dari usaha skala kecil, menengah, hingga perusahaan-perusahaan raksasa untuk tetap bertahan di tengah persaingan bisnis yang ketat. Perusahaan-perusahaan yang tetap bertahan adalah perusahaan-perusahaan yang terus menerus melakukan inovasi secara berkelanjutan. Sementara perusahaan-perusahaan yang stagnan, tidak melakukan inovasi, pada akhirnya mengalami kemunduran bahkan sampai mengalami kebangkrutan, tergulung oleh persaingan ketat dalam memperebutkan pasar. Blackberry yang diceritakan di bagian awal merupakan salah satu contoh kegagalan berinovasi paling besar dalam tahun-tahun belakangan ini.

Individu-individu yang kreatif dan inovatif menjadi incaran banyak perusahaan, mulai dari perusahaan nasional hingga perusahaan multinasional yang menawarkan gaji super tinggi. Setiap tahun perusahaan sekelas Alfabet (induk perusahaan Google) menyeleksi calon karyawan yang bukan sekedar pintar dan jenius melainkan juga kreatif dan inovatif. Orang-orang kreatif yang enggan bekerja untuk perusahaan-perusahaan sekelas Alfabet, Amazon, Apple, Facebook atau Samsung, dapat mendirikan perusahaannya sendiri dengan mendirikan perusahaan rintisan (startups). Facebook merupakan contoh sukses perusahaan startups kelas dunia. Sementara Gojek merupakan salah satu contoh sukses untuk kelas Indonesia. Lalu kemana individu-individu yang tidak kreatif dan inovatif? Mereka menjadi penghuni daftar pengangguran yang makin hari makin membludak. Kalaupun bekerja, mereka mendapatkan pekerjaan kasar dan berat dengan bayaran yang sangat murah serta tidak terjamin keberlangsungannya.

Inovasi Pembelajaran

Faktor utama kegiatan berinovasi di semua bidang kehidupan adalah sumber daya manusia (OECD, 2018). Inovasi hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang kreatif dan inovatif. Tidak dapat dipungkiri bahwa orang-orang seperti itu hanya dapat dimunculkan atau dihasilkan oleh pendidikan yang berkualitas. Sudah bukan rahasia lagi bahwa pendidikan di era sekarang ini dituntut untuk menghasilkan sumber daya manusia yang kreatif dan inovatif yang akan menggerakkan inovasi di berbagai bidang kehidupan. Untuk tujuan tersebut, proses pendidikan tidak lagi cukup sebagai proses transfer pengetahuan, melainkan proses pengembangan kreativitas peserta didik. Perubahan orientasi tersebut membutuhkan inovasi-inovasi dalam praktiknya di lapangan, terutama proses belajar dan pembelajaran.

Aspek pendidikan yang bersentuhan langsung dengan peserta didik adalah proses belajar dan pembelajaran, baik di dalam maupun di luar kelas. Untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas terutama SDM yang kreatif dan inovatif, kualitas proses belajar dan pembelajaran harus ditingkatkan secara terus menerus melalui pembaharuan-pembaharuan secara berkelanjutan. Pembaharuan terhadap proses pembelajaran inilah yang disebut dengan inovasi pembelajaran. Inovasi pembelajaran mencakup semua aspek pembelajaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan penilaiannya. Inovasi pembelajaran juga mencakup pembaharuan tujuan pembelajaran, strategi dalam mencapai tujuan pembelajaran, serta metode dalam melakukan penilaian untuk mengukur keberhasilan mencapai tujuan pembelajaran.

Buku ini ditulis dalam rangka memberikan sumbangan gagasan seputar inovasi pembelajaran sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas pendidikan. Gagasan yang akan disajikan di dalam buku ini meliputi jawaban atas pertanyaan tentang apa itu inovasi pembelajaran, kenapa inovasi pembelajaran penting dilakukan, serta bagaimana melakukan inovasi pembelajaran secara terus menerus dan berkelanjutan. Pertanyaan-pertanyaan tentang apa itu inovasi pembelajaran, seperti apa ruang lingkupnya, siapa yang melaksanakannya, serta seperti apa bentuk-bentuknya akan mengawali pembahasan dalam buku ini. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut akan disajikan pada Bab 2 Pengertian, Ruang Lingkup dan Bentuk-bentuk Inovasi Pembelajaran.

Pertanyaan tentang kenapa inovasi pembelajaran penting bahkan harus dilakukan dibahas pada bab berikutnya. Jawaban atas pertanyaan tersebut diuraikan dalam bentuk faktor-faktor pendorong inovasi pembelajaran. Pelaksanaan inovasi pembelajaran penting dilakukan karena didorong oleh banyak faktor, yaitu perubahan paradigma pembelajaran, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, tuntutan Revolusi industri 4.0, tuntutan di era ekonomi kreatif, globalisasi, bencana alam, kerusakan lingkungan, dekadensi moral, peningkatan kesadaran spiritual, serta antisipasi ketidakpastian masa depan. Pembahasan secara detil tentang faktor-faktor pendorong tersebut disajikan pada Bab 3 Faktor Pendorong Pengembangan dan Penerapan Inovasi Pembelajaran.

Untuk melakukan inovasi pembelajaran, dibutuhkan prosedur yang sistematis dan logis. Kegiatan berinovasi bukanlah pekerjaan sekali duduk langsung jadi. Kegiatan tersebut bukan sekedar kegiatan berpikir kreatif untuk menghasilkan gagasan yang kreatif dan inovatif. Berpikir kreatif pun juga bukan kegiatan yang dapat dilakukan sekali duduk lalu selesai. Semua itu membutuhkan proses yang bertahap dan sistematis. Bukan hanya itu, proses melakukan inovasi yang sistematis ini juga tidak cukup dilakukan sekali saja lalu selesai, melainkan harus dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan. Memang ada dua pandangan tentang proses inovasi yaitu sebagai proses linier dan proses bersiklus. Di dalam buku ini, kegiatan inovasi dianggap sebagai pembelajaran merupakan suatu proses yang bersiklus. Siklus, tahapan, dan prosedur dalam melakukan inovasi pembelajaran akan disajikan pada Bab 4 Siklus Inovasi Pembelajaran.

Agar proses kegiatan inovasi pembelajaran mendatangkan manfaat yang sebesar-besarnya, pelaksanaan tahapan inovasi di atas hendaknya mengikuti prinsip-prinsip pengembangan produk inovatif. Prinsip-prinsip ini meliputi efektivitas, relevansi, kesederhanaan, fleksibilitas, efisiensi, dan keberlanjutan. Produk inovasi pembelajaran hendaknya efektif yaitu dapat mencapai tujuan pembelajaran seoptimal mungkin. Produk inovasi pembelajaran hendaknya relevan dengan semua aspek pembelajaran termasuk karakteristik pembelajar serta lingkungan belajar. Produk inovasi yang baik bersifat sederhana, baik tampilannya maupun cara menggunakannya. Uraian secara detil tentang setiap prinsip tersebut akan disajikan pada Bab 5 Prinsip Pelaksanaan Inovasi Pembelajaran.

Gagasan-gagasan inovatif bukanlah sesuatu yang tiba-tiba muncul dari langit lalu mewujud menjadi produk di dunia nyata. Gagasan-gagasan inovatif muncul karena ada penyebabnya. Suatu gagasan muncul biasanya sebagai respon terhadap gagasan-gagasan lain yang sudah ada. Berbagai macam gagasan ketika memasuki pikiran akan diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan gagasan baru. Proses pengolahan gagasan ini tentu tidak seragam antara satu orang dengan orang lain. Namun intinya, proses pemunculan gagasan inovatif di dalam pikiran hanya akan terjadi jika tersedia bahan mentahnya berupa informasi yang masuk ke dalam pikiran sebagai penyebab utama berjalannya proses tersebut. Penyebab-penyebab yang dapat memunculkan gagasan inovatif tersaji di berbagai macam sumber. Di dalam buku ini, berbagai macam sumber yang berisi gagasan-gagasan yang dapat memicu gagasan inovatif disebut sebagai bahan dan sumber inovasi. Bahan dan sumber ini dapat berupa bahan bacaan, pengalaman pribadi, peristiwa di lingkungan sekitar atau apapun itu yang kemungkinan besar dapat memicu gagasan baru di dalam pikiran. Di dalam buku ini bahan dan sumber inovasi pembelajaran disajikan pada Bab 6 Sumber Inovasi Pembelajaran.

Terkadang pikiran yang kreatif dan inovatif dapat menghasilkan banyak sekali gagasan yang kreatif dan inovatif. Namun, dari semua gagasan yang muncul, tidak semuanya dapat digunakan, dimanfaatkan, atau diwujudkan dalam dunia nyata. Hanya beberapa gagasan saja yang dapat benar-benar ditindaklanjuti dan diwujudkan. Hal itu bergantung dengan kebutuhan, masalah yang sedang dihadapi, serta kondisi atau keadaan di dunia nyata. Oleh karena itu, seseorang yang ingin mengembangkan inovasi pembelajaran harus memilih dan memilah gagasan mana yang ingin ditindaklanjuti. Oleh karena itu seorang inovator membutuhkan pertimbangan-pertimbangan tertentu untuk memutuskan mana gagasan yang harus mendapatkan prioritas, mana pula gagasan yang dapat diabaikan. Berbagai pertimbangan tersebut juga dapat menjadi pedoman dalam menetapkan tujuan melakukan inovasi serta mengarahkan kegiatan inovasi ke depannya. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan inovasi akan disajikan pada Bab 6 Faktor Pertimbangan Pelaksanaan Inovasi Pembelajaran.

Kegiatan inovasi hanya dapat berlangsung dan menghasilkan produk-produk inovatif jika ada pelaku yang melaksanakan kegiatan inovasi tersebut. Pelaku kegiatan inovasi ini disebut sebagai inovator. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan inovator sebagai orang yang memperkenalkan gagasan, metode, dan sebagainya yang baru. Inovator dapat pula didefinisikan sebagai orang yang menghadirkan ide atau gagasan baru dalam rangka mengubah, memperbaiki, atau meningkatkan kualitas sesuatu. Inovator yang melakukan inovasi pada aspek pembelajaran dapat disebut sebagai inovator pembelajaran.

Bab 8 sebagai bagian akhir dari buku ini akan menguraikan tentang profil inovator yang berkualitas serta bagaimana upaya mewujudkan profil inovator tersebut. Upaya ini diusulkan kepada para calon inovator yang ingin berperan dan berkontribusi dalam melaksanakan inovasi pembelajaran. Calon inovator yang dimaksudkan disini terutama para mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan di berbagai macam program studi pendidikan yang muaranya nanti akan menjadi tenaga pendidik, pelatih, peneliti atau perekayasa pembelajaran. Calon inovator juga bisa para guru dan dosen yang baru memulai usaha memperbaharui kualitas proses pembelajaran di kelasnya masing-masing. Upaya yang diusulkan di bagian akhir buku ini mungkin juga bermanfaat bagi para calon peneliti, perekayasa, atau pengembang pembelajaran yang ingin menjadikan kegiatan inovasi sebagai bagian dari karir profesional masing-masing.

Penulis: Feri Noperman

Komentar